Sabtu, 18 Mei 2013

5 Negara Pengguna Blackberry Terbanyak~ Syalalala

 


1.Venezuela

Di negara kawasan Amerika Selatan ini, ponsel Android dan ponsel bikinan Apple sama sekali tidak bertaji. Venezuela merupakan negara dengan pengguna BlackBerry terbanyak di benua Amerika. Diperkirakan 70 persen pengguna ponsel pintar negara ini menggunakan produk RIM itu, mengalahkan jumlah pengguna di Brasil atau Meksiko, seperti dilansir situs thevalueengineers.com.

Padahal harga BlackBerry seri terbaru di negara itu tidak murah, bila dikonversi sekitar Rp 3,5 jutaan. Namun, kabarnya di negara yang dikuasai pemerintahan bercorak sosialis ini, banyak dijual BlackBerry bekas di kios pinggir jalan, paling murah Rp 500.000. Situasi itu yang membuat animo masyarakat tinggi membeli BlackBerry.

Layanan yang paling digemari adalah BlackBerry Messenger (BBM). Warga Venezuela rupanya senang memiliki banyak teman, tapi mereka ingin agar komunikasi itu aman dan tidak diketahui banyak orang seperti di jejaring sosial.

2.Afrika Selatan

Negara yang pernah menjadi tuan rumah Piala Dunia ini menjadi salah satu negara di Benua Afrika yang warganya fanatik dengan ponsel BlackBerry. Sejak tiga tahun terakhir, posisi RIM masih nomor satu di kancah ponsel pintar.

Kondisi ini bukan karena masyarakat Afrika Selatan sangat menggemari aplikasi di BlackBerry, melainkan karena distribusi dari jaringan ritel Vodacom yang menjual ponsel itu menjangkau sampai pelosok desa. Sebanyak 66 persen BlackBerry yang terjual di negara itu disumbangkan oleh Vodacom.

Sampai awal tahun ini, jumlah pengguna BlackBerry di negara itu mencapai 1,5 juta orang. Namun, dari pantauan IDC, pangsa pasar ponsel Android perlahan menggerus pasar RIM.
  
3.Nigeria

Di negara kaya minyak inilah, BlackBerry menemukan tambang uang baru. Penjualan ponsel asal Kanada itu di Nigeria terbanyak dibanding seluruh Benua Afrika.

Sampai triwulan III tahun ini, RIM menguasai 60 persen pangsa pasar ponsel pintar Nigeria. Jaringan ritel besar di mal sampai kios pedesaan berlomba-lomba menjual BlackBerry, mulai dari seri terbaru hingga ponsel bekas.

Kebanyakan pengguna BlackBerry di negara ini adalah anak muda. Mereka menggunakan aplikasi BBM untuk bertukar pesan, mengobrol, ataupun berkirim gambar. Bahkan saat meledak tahun lalu, muncul anggapan pengguna ponsel ini adalah anak keren sehingga meningkatkan gengsi pemakainya. Karena itulah, meski terhitung negara miskin, penjualan ponsel pintar yang relatif mahal pun tak ikut surut di Nigeria.
4.Filipina

Negara tetangga Indonesia ini merupakan salah satu konsumen BlackBerry yang cukup loyal. Sampai triwulan III tahun ini, penjualan ponsel buatan RIM di sana mencapai 60 persen.

Salah satu daerah yang paling gemar menggunakan layanan BBM adalah warga di Provinsi Cebu. Saking larisnya di wilayah tersebut, banyak warga berkelakar hanya ada satu merek ponsel di provinsi yang terkenal dengan obyek pariwisatanya itu.

Provinsi Davao juga menjadi basis pengguna loyal BlackBerry. Bila dijumlahkan, dari dua provinsi itu saja, RIM mendapatkan 25 persen pangsa pasar ponsel pintar Filipina. Namun dengan pertumbuhan jumlah ponsel pintar yang mencapai 402 persen di triwulan I 2012, ponsel Android mulai mendapat celah meruntuhkan dominasi BlackBerry, terutama di kota besar seperti Ibu Kota Manila.
  
5.Indonesia

Warga kelas menengah menenteng ponsel BlackBerry merupakan pemandangan sangat wajar di kota-kota besar negara ini. Sampai semester pertama 2012, RIM masih sukses meraup 54 persen pasar ponsel pintar Indonesia.

Menurut International Data Center (IDC), banyak kelas menengah Indonesia sampai sekarang belum bisa mengakses perangkat RIM ini. Sehingga status BlackBerry sebagai raja ponsel pintar Tanah Air diramalkan bertahan hingga tahun depan.

Sabtu, 11 Mei 2013

Perancang Lambang Garuda Pancasila


 


 

Siapa tak kenal burung Garuda berkalung perisai yang merangkum lima sila (Pancasila). Tapi orang Indonesia mana sajakah yang tahu, siapa pembuat lambang negara itu dulu? Dia adalah Sultan Hamid II, yang terlahir dengan nama Syarif Abdul Hamid Alkadrie, putra sulung Sultan Pontianak; Sultan Syarif Muhammad Alkadrie. Lahir di Pontianak tanggal 12 Juli 1913.
Dalam tubuhnya mengalir darah Indonesia, Arab –walau pernah diurus ibu asuh berkebangsaan Inggris. Istri beliau seorang perempuan Belanda yang kemudian melahirkan dua anak –keduanya sekarang di Negeri Belanda.


Syarif Abdul Hamid Alkadrie menempuh pendidikan ELS di Sukabumi, Pontianak, Yogyakarta, dan Bandung. HBS di Bandung satu tahun, THS Bandung tidak tamat, kemudian KMA di Breda, Negeri Belanda hingga tamat dan meraih pangkat letnan pada kesatuan tentara Hindia Belanda.
Ketika Jepang mengalahkan Belanda dan sekutunya, pada 10 Maret 1942, ia tertawan dan dibebaskan ketika Jepang menyerah kepada Sekutu dan mendapat kenaikan pangkat menjadi kolonel. Ketika ayahnya mangkat akibat agresi Jepang, pada 29 Oktober 1945 dia diangkat menjadi Sultan Pontianak menggantikan ayahnya dengan gelar Sultan Hamid II. Dalam perjuangan federalisme, Sultan Hamid II memperoleh jabatan penting sebagai wakil Daerah Istimewa Kalimantan Barat (DIKB) berdasarkan konstitusi RIS 1949 dan selalu turut dalam perundingan-perundingan Malino, Denpasar, BFO, BFC, IJC dan KMB di Indonesia dan Belanda.
Sultan Hamid II kemudian memperoleh jabatan Ajudant in Buitenfgewone Dienst bij HN Koningin der Nederlanden, yakni sebuah pangkat tertinggi sebagai asisten ratu Kerajaan Belanda dan orang Indonesia pertama yang memperoleh pangkat tertinggi dalam kemiliteran. Pada 21-22 Desember 1949, beberapa hari setelah diangkat menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio, Westerling yang telah melakukan makar di Tanah Air menawarkan “over commando” kepadanya, namun dia menolak tegas. Karena tahu Westerling adalah gembong APRA. Selanjutnya dia berangkat ke Negeri Belanda, dan pada 2 Januari 1950, sepulangnya dari Negeri Kincir itu dia merasa kecewa atas pengiriman pasukan TNI ke Kalbar – karena tidak mengikutsertakan anak buahnya dari KNIL.
Pada saat yang hampir bersamaan, terjadi peristiwa yang menggegerkan; Westerling menyerbu Bandung pada 23 Januari 1950. Sultan Hamid II tidak setuju dengan tindakan anak buahnya itu, Westerling sempat di marah. Sewaktu Republik Indonesia Serikat dibentuk, dia diangkat menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio dan selama jabatan menteri negara itu ditugaskan Presiden Soekarno merencanakan, merancang dan merumuskan gambar lambang negara. Dari transkrip rekaman dialog Sultan Hamid II dengan Masagung (1974) sewaktu penyerahan file dokumen proses perancangan lambang negara, disebutkan “ide perisai Pancasila” muncul saat Sultan Hamid II sedang merancang lambang negara.
Dia teringat ucapan Presiden Soekarno, bahwa hendaknya lambang negara mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, di mana sila-sila dari dasar negara, yaitu Pancasila divisualisasikan dalam lambang negara. Tanggal 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis M Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantoro, M A Pellaupessy, Moh Natsir, dan RM Ng Purbatjaraka sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah. Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku “Bung Hatta Menjawab” untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M Yamin. Pada proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR RIS adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya M Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari dan menampakkan pengaruh Jepang. Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Terjadi kesepakatan mereka bertiga, mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan “Bhineka Tunggal Ika”. Tanggal 8 Februari 1950, rancangan final lambang negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan final lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan, karena adanya keberatan terhadap gambar burung garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan dianggap bersifat mitologis.
Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali-Garuda Pancasila. Disingkat Garuda Pancasila. Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet RIS melalui Moh Hatta sebagai perdana menteri. AG Pringgodigdo dalam bukunya “Sekitar Pancasila” terbitan Dep Hankam, Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS. Ketika itu gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih “gundul” dan “tidak berjambul” seperti bentuk sekarang ini. Inilah karya kebangsaan anak-anak negeri yang diramu dari berbagai aspirasi dan kemudian dirancang oleh seorang anak bangsa, Sultan Hamid II Menteri Negara RIS.
Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes Jakarta pada 15 Februari 1950. Penyempurnaan kembali lambang negara itu terus diupayakan. Kepala burung Rajawali Garuda Pancasila yang “gundul” menjadi “berjambul” dilakukan. Bentuk cakar kaki yang mencengkram pita dari semula menghadap ke belakang menjadi menghadap ke depan juga diperbaiki, atas masukan Presiden Soekarno. Tanggal 20 Maret 1950, bentuk final gambar lambang negara yang telah diperbaiki mendapat disposisi Presiden Soekarno, yang kemudian memerintahkan pelukis istana, Dullah, untuk melukis kembali rancangan tersebut sesuai bentuk final rancangan Menteri Negara RIS Sultan Hamid II yang dipergunakan secara resmi sampai saat ini.
Untuk terakhir kalinya, Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan bentuk final gambar lambang negara, yaitu dengan menambah skala ukuran dan tata warna gambar lambang negara di mana lukisan otentiknya diserahkan kepada H Masagung, Yayasan Idayu Jakarta pada 18 Juli 1974 Rancangan terakhir inilah yang menjadi lampiran resmi PP No 66 Tahun 1951 berdasarkan pasal 2 Jo Pasal 6 PP No 66 Tahun 1951. Sedangkan Lambang Negara yang ada disposisi Presiden Soekarno dan foto gambar lambang negara yang diserahkan ke Presiden Soekarno pada awal Februari 1950 masih tetap disimpan oleh Kraton Kadriyah Pontianak. Sultan Hamid II wafat pada 30 Maret 1978 di Jakarta dan dimakamkan di pemakaman Keluarga Kesultanan Pontianak di Batulayang.
Turiman SH M.Hum, Dosen Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura Pontianak yang mengangkat sejarah hukum lambang negara RI sebagai tesis demi meraih gelar Magister Hukum di Universitas Indonesia, menjelaskan bahwa hasil penelitiannya tersebut bisa membuktikan bahwa Sultan Hamid II adalah perancang lambang negara. “Satu tahun yang melelahkan untuk mengumpulkan semua data. Dari tahun 1998-1999,” akunya. Yayasan Idayu Jakarta, Yayasan Masagung Jakarta, Badan Arsip Nasional, Pusat Sejarah ABRI dan tidak ketinggalan Keluarga Istana Kadariah Pontianak, merupakan tempat-tempat yang paling sering disinggahinya untuk mengumpulkan bahan penulisan tesis yang diberi judul Sejarah Hukum Lambang Negara RI (Suatu Analisis Yuridis Normatif Tentang Pengaturan Lambang Negara dalam Peraturan Perundang-undangan). Di hadapan dewan penguji, Prof Dr M Dimyati Hartono SH dan Prof Dr H Azhary SH dia berhasil mempertahankan tesisnya itu pada hari Rabu 11 Agustus 1999. “Secara hukum, saya bisa membuktikan. Mulai dari sketsa awal hingga sketsa akhir. Garuda Pancasila adalah rancangan Sultan Hamid II,” katanya pasti. Besar harapan masyarakat Kal-Bar dan bangsa Indonesia kepada Presiden RI SBY untuk memperjuangkan karya anak bangsa tersebut, demi pengakuan sejarah, sebagaimana janji beliau ketika berkunjung ke Kal-Bar dihadapan tokoh masyarakat, pemerintah daerah dan anggota DPRD Provinsi Kal-Bar.